Perjalanan Mengejar Gelar Eps. 2

Buat yang belum tau, cerita ini adalah lanjutan dari postingan sebelumnya yang berjudul "Perjalanan Mengejar Gelar" sila dibaca buat yang belum baca dan yang mau baca, supaya nyambung kayak si Jaka. Jaka Nyambung.

.....

Adzan ashar berkumandang. Seketika gue terbangun dan melirik jam yang sudah menunjukan waktu sore hari. Tak lama kemudian, temen gue pun bangun dan kemudian bergegas untuk mandi setelah gue menyuruhnya.

Gue masih ngesot-ngesot di kasur. Alasannya sederhana, gue masih pengin pelukan sama kasur hotel beserta kantuk yang masih menyelimuti. Kepala mendadak sedikit pusing. Mungkin karena tidur yang nggak begitu lama.

Ponsel gue berbunyi dengan nada dering yang menandakan itu adalah SMS. Gue buka, dan ternyata dari Fitri Teleb, temen kampus gue. Dia SMS gue yang isinya kurang lebih seperti ini, "Ke Horison jam berapa?" dengan cepat gue bales, "Jam 4 kumpul langsung di Horison." setelah SMS dari gue terkirim, tak ada lagi balasan dari Fitri.

Temen satu kamar gue Andi, baru saja beres menunaikan pembersihan badannya yang (lebar) penuh dengan keringat dan daki bekas keringat selama perjalanan yang kemudian bergegas memakai baju yang sudah ditentukan oleh pihak kampus. Oke, sekarang giliran gue yang harus membuang gerah dan daki di tubuh gue.

Dengan tenaga sisa dari tidur siang yang nggak lama tadi, gue menuju ke Toilet. Ada 2 pancuran yang orang-orang bilang itu shower. Bentuknya sudah mulai usang. Shower yang sebelah kiri, yang harusnya untuk mengeluarkan air hangat sudah tak lagi berfungsi. Kedua shower itu airnya dingin. Dan basah.

As always, gue melakukan ritual yang biasa gue lakukan di rumah yaitu nongkrong terlebih dahulu untuk kemaslahatan kandungan perut gue. Dunia harus tahu. 

Selesai mandi, gue langsung memakai baju yang sudah gue persiapkan sebelum mandi. Celana denim, kaos hitam dan almamater (include kolor, pastinya). 

Sementara temen gue sudah pada siap, gue masih bercermin untuk membereskan rambut yang nggak gue keramasin waktu mandi tadi, Andi dan Sopyan menghampiri kamar gue dan itu menandakan bahwa gue harus lebih gerak cepat untuk bergegas pergi ke Horison. Karena waktu sudah hampir menunjukan pukul empat.

Setelah shalat ashar, kita lari-lari kecil menuju Hotel Horison yang berada tepat di depan hotel yang kita tempati.

"Loh, kok sepi?" Tanya gue penasaran.
"Pada belum datang kali, ya?" Temen gue nanya balik.
"Ya sudah yuk buruan masuk!" Timbal gue dengan langkah yang semakin cepat.

Kaki kanan gue menginjakan pintu masuk Hall Hotel Horison. Nggak ada siapa-siapa di dalam sana kecuali seorang cowok dengan bada gempal yang menunjukan arah sebelah kanan yang ternyata banyak orang-orang yang sudah berkumpul dan duduk di atas kursi yang sudah disediakan. Temen-temen sekampus gue yang lainnya pun sudah berkumpul dan sudah menduduki kursi yang sudah dan sedang ditentukan oleh pihak kampus.

Gue mulai duduk di antara ratusan calon wisudawan/wisudawati. Baru saja gue menempelkan bokong ke kursi, tetiba ada yang menyapa di sebelah kanan gue. Ternyata itu temen sekelas gue, Nanan sama Rina. Mereka masih berada di kursi yang belum ditentukan, begitu pun gue yang baru datang. Ada sedikit percakapan antara gue sama Nanan tentang di mana anak-anak kampus menginap. Tak lama gue dipanggil untuk segera menduduki kursi yang sudah diatur untuk tempat duduk gue besok.

Setelah semuanya mendapatkan kursi yang sudah ditentukan, hal-hal yang sangat membosankan pun dimulai. Geladiresik dimulai sekitar pukul empat lebih dan berakhir sekitar pukul enam sepuluh menit.

Semuanya membubarkan diri, berhamburan ke luar ruangan dan menuju ke tempat tujuannya masing-masing. Temen kampus gue masuk ke bus yang mengantarkan ke mana-mana selama di Bandung. Sedangkan gue, Andi dan Sopyan nggak ikut naik bus itu, nggak ikut naik haji juga, karena tempat penginapan kita ada di seberang sana. Lima menis setelah ngobrol-ngobrol bersama temen yang lain, kita bertiga bergegas ke penginapan.

Langit mulai menghitam setelah sempat memerah padam sebentar menyambut matahari yang kian temaram. Udara sudah mulai menurun suhunya, dan kendaraan makin ramai berlalu lalang karena sudah memasuki waktu jam kerja untuk pulang. Pemandangan di depan jalan dan gedung-gedung di sekitar menjadi semakin menarik karena lampu-lampu yang bermacam bentuk mulai menampakkan sinarnya. Gue merasakan waktu senja di kota tetangga dengan senangnya.

***

Pagi tiba, Sang Surya masih belum menampakan sinarnya. Gue buru-buru mandi besar biar bisa santai dulu sebelum berangkat. Setelah shalat shubuh, gue balik lagi ke kamar nyiapin toga yang bakalan gue pake. Ketika gue naik tangga menuju ke kamar, terlihat seorang mas-mas yang membawa nampan, di atasnya terdapat empat potong roti panggang, dua butir telur, dua cangkir teh manis hangat, tiga perak, dua emas dan lima perunggu. Bentuk aslinya kayak gini nih:

Asik, ternyata ada free breakfast juga euy, dalam hati gue. Tapi ternyata, si mas-masnya malah nganterin nampan itu ke kamar lain. Kampret, gue kegeeran. Sakitnya tuh di sini (nunjuk dengkul).

Entah mengapa tetiba gue buru-buru loncat indah ke kamar dan memastikan apakah kamar gue dapet free breakfast apa nggak. Eh, ternyata nggak. Sakitnya tuh di sini (nunjuk dengkul lagi). Dengan rasa penasaran, gue pergi ke kamar sebelah dan eng-ing-eng, mereka sedang asik sarapan dengan menu yang sudah gue sangka-sangka daritadi. Oke, berarti tinggal menunggu punya gue datang aja nih.

Tik tok tik tok tik tok. Jarum jam di kamar berdetak selama lima menit.

Free Breakfast masih belum mampir ke meja kamar gue.

Tik tok tik tok tik tok. Lima menit kemudian pun masih belum juga singgah di meja kamar.

Dengan perasaan yang merasa dirugikan dan dengan oleh keinginan luhur, maka gue memberanikan diri untuk menanyakan jatah Free Breakfast kamar gue itu.

"Mas.. Tolong, mas.. Saya lapar.. Belum makan sedari saya masih berbentuk embrio.." Pinta gue, memelas.
"Yaampun, kasian. Yaudah yuk Mas traktir makan di Restoran Padang." Jawab Mas-mas, penuh iba.

Gak gitu juga, deng. Intinya sih gue nanyain ke Mas-mas hotelnya kenapa kamar 237 belum ada yang nganterin free breakfast, yang kemudian dijawab langsung masnya dengan membawa free breakfast kamar gue. Akhirnya gue bisa perbaikan gizi.

Setelah semuanya beres, semua sudah siap, kita semua berangkat bersama menuju Hotel Horison.

Bersambung...

15 komentar

  1. Kenapa gak lo tuntut atas keterlambatan free breakfast, bilang minta porsi double gitu. D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tadinya gue juga mau nuntut langsung ke MK

      Hapus
  2. Jiee yg wisuda! Selamat! Btw sarapannya gak nendang ga ada nasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Woh, ada Om Ridu. Hehe iya, tapi lumayan lah buat ganjel nyampe siang mah :D

      Hapus
  3. terditeksi sebuah wajah di free breakfastnya... can u find it?
    bahrelway selamat buat yg sudah wisuda.... :V

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak sempet di-capture :v
      Yooo makasih, Desi :D

      Hapus
  4. Yosh. Keren. Gue semoga bisa nyusul aah pake toga-togaan. :))

    BalasHapus
  5. Asik ya..
    Semoga secepatnya, gue bisa menyusul deh :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoi. \o/
      Ayo buruan nyusul, Nyols! :D

      Hapus
  6. Gue juga semoga bisa nyusul, dengan perjalanan yg lebih mudah... Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.. Btw thanks for visiting :D

      Hapus
  7. Wisudanya nginep di hotel? Asik juga. Btw, selamat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, karena kita wisudanya di kota tetangga..
      Makasih, ya :D

      Hapus
  8. Waahhh masih bersambung aja nih.. Wisudanya jauh ya?

    BalasHapus

Terima kasih sudah membaca tulisannya. Silakan beri komentar yang sopan dan tidak mengandung SARA. Jangan lupa mampir lagi ke sini. Hatur nuhun