Pindah Bersama Kenangan


Pagi itu seperti biasa gue dibangunin suara mamah yang lantang. Ya, seperti biasa pula gue bangun seketika dan guling-guling dulu di kasur karena masih ngantuk banget. Lima menit kemudian gue langsung bergegas untuk manasin motor dan mamah gue masih aja teriak. 

"AA... AYO BURUAAAAAN" 
"AUWOOO UWOOO" 

Oke, yang terakhir itu fiktif belaka. Hal ini sudah jadi rutinitas gue setelah gue sudah gak kerja dari dua bulan yang lalu.

Dengan pasang muka bantal yang mungkin masih ada secuil belek dan setetes iler yang nempel, gue berangkat nganterin mamah ke pasar. Sesampainya di pasar, gue dikasih duit ceban. Fixed, gue adalah kang ojek langganan mamah gue sendiri. Bukan, bukan.. itu uang jajan gue.

Gue balik dengan arah yang berbeda dari arah berangkat. Di tengah jalan secara spontan gue kepikiran pengin lewat jalan daerah rumah gue dulu, sebelum pindah.

Dari pertama masuk gapura, pikiran gue seketika melayang, mengenang masa silam. Masa dimana gue dibesarkan di lingkungan ini, masa dimana gue menginjakkan kaki beralas sandal berjalan beriringan dengan kawan-kawan dibawah terik matahari siang itu, masa dimana gue belum mengenal apa itu galau, jomblo dan LDR. 

Kenangan seakan menjadi lorong waktu buat gue pagi itu. Motor yang gue kendarai sudah melaju 15 meter dari gapura, di sebelah kiri gue melihat kakak kelas gue ketika SD, pikiran gue kembali melayang beberapa detik diiringi momen ketika gue dalam satu frame kehidupan bersama dia. Gue inget, dia selalu jadi bahan bully teman-temannya di sekolah dan di pengajian. Fisiknya berubah, sekarang berkumis, pipi sedikit gempal dan perut buncit. Berbeda dengan dulu yang kurus kering.

Sepuluh meter kemudian gue menengok ke arah kanan, ke arah sebuah jalan yang cukup untuk satu mobil saja. Jalan itu adalah jalan yang sering gue lewati, jalan yang mengarah ke mesjid yang menjadi tempat gue shalat berjamaah, shalat jumat dan ngaji. Gak banyak perubahan di sana. Hanya saja kolam yang berada di pertigaan sudah menjadi rumah kontrakan dua lantai.

Lima meter ke depan gue mencium bau udara yang khas dan menuntun gue sebelas tahun ke belakang, dimana waktu itu gue pulang sekolah berseragam putih merah melewati rumah yang sekarang gue lewati. Ah, rasanya gue pengin kembali tinggal di sini lagi, gumam gue.

Besoknya, dengan sengaja sehabis gue nganterin mamah ke pasar, gue lewat jalan ke daerah 'mantan' rumah gue, dengan jalan berbeda. Kali ini gue lewat jalan gang tempat gue pergi dan pulang sekolah, namanya Gang Aa.

Pertama masuk gang itu, gue langsung mengingat-ingat momen waktu dulu gue sering ngelawatin gang ini. Oh iya, dulu gang ini sempat miring karena ditabrak truk dari dalam. Gang ini diapit garasi perusahaan entah apa sampe sekarang gue gak tau, sama rumah gedongan.

Belokan pertama sampai menuju gang rumah gue, seketika merinding mengingat kenangan dulu. Kenangan diwaktu gue dibesarkan dengan senyuman tetangga, dengan main-main bersama kawan kecil, dengan atmosfir udara di sana. Kenangan di kepala gue secara spontan kembali meleleh, kembali menoleh dan kembali mengajak gue untuk menyambung kenagan itu, segera. Ketika jemari ini mengetuk tuts keyboardpun kenangan itu kembali menyapa dengan brutalnya. AH, GUE PENGIN PINDAH LAGI KE SANA, teriak gue dalam hati. Anehnya, ketiga adek gue juga berpikiran sama, pengin pindah lagi ke sana.

"Ayah, pindah lagi aja atuh rumah teh ke Bebedilan.." pinta adek bungsu gue.
"Iya, pak.. Lebih enakan dan nyaman di sana" Saut adek gue yang perempuan.

Gue apalagi, setuju banget. Padahal gue tinggal di sini udah hampir 6 tahun. Masih aja belum dapet yang namanya betah dan rasa nyaman. Selama hampir 6 tahun ini, gue belum dapet temen main yang 'nyambung' sama gue.

Wah, gak kerasa tulisannya udah lumayan panjang. Dari tulisan ini, gue belajar banyak tentang kenangan, tentang menghargai masa lalu, tentang kenyamanan dan tentang pindah yang sebenarnya. Ternyata pindah tak hanya perihal berpindahnya dari satu tempat ke tempat yang lain, tapi juga perihal bagaimana kita rela menyimpan kenangan di masa lalu dan mulai membuka serta menulis kenangan selanjutnya, tanpa melupakan yang sebelumnya. Walau untuk beberapa orang sulit, seperti halnya gue. Oke, sekarang gue mulai ngerti gimana rasanya 'pindah yang seharusnya' atau kalau kata anak remaja sekarang adalah move-on yang sebenarnya.

Ini tulisan pertama gue yang agak serius dan agak panjang. Udah, ah.. Ngomongin kenangan emang gak bakal ada ujungnya. Btw, Kalau kalian gimana nih? Ada gak kenangan yang bikin susah move-on? Share di komen, yuk :D

4 komentar

  1. bikin kenangan baru di tempat baru..

    BalasHapus
  2. Kenangan? Flashback? Eh males... :(

    BalasHapus
  3. Kenangan terindah gua adalah ketika gua jatoh dan nyungsep ke got di daerah bekasi tempat tinggal tante gua dulu, sekarang tante gua udah pindah di belakang rumah gua, jadi ga bisa di kenang dan foto bareng got untuk di muat jadi artikel.

    BalasHapus
  4. Karena ada masa lalu tersebut lo bisa belajar dan bisa tetep hebat sampai sekarang :) *gituaja* ahaha.

    BalasHapus

Terima kasih sudah membaca tulisannya. Silakan beri komentar yang sopan dan tidak mengandung SARA. Jangan lupa mampir lagi ke sini. Hatur nuhun